Rupiah Bakal Meluncur ke Rp13.000, jika...

  • Nusaresearch
  • 02-12-2013
  • 1400
  • Nilai: 0
 
JAKARTA - Nilai tukar Rupiah kian tertekan mendekati level Rp12.500 per USD. Saat ini Rupiah sudah melemah 23 persen.

“Tanpa adanya intervensi Bank Indonesia (BI), Rupiah hampir pasti, tanpa menyebut mutlak, ke Rp13.000 per USD,” kata Head of Research KSK Financial Group, David Cornelis, kepada Okezone, Minggu (1/12/2013).

Dia melanjutkan, pembayaran utang pemerintah dan swasta senilai USD21 miliar pada kuartal terakhir ini berdampak negatif dan menekan Rupiah, walaupun ini harusnya sudah dapat diekspektasi karena hanya pola musiman.

Total utang luar negeri Indonesia per September 2013 sebesar USD260 miliar, atau 29,2 persen dari PDB, dengan utang swasta USD137 miliar yang kebanyakan tidak dilindung nilai, hal ini berbahaya ketika Rupiah semakin melemah ke atas Rp12.000.

Defisit transaksi berjalan di kuartal III menjadi USD8,4 miliar, atau 3,8 persen dari PDB, dengan penurunan sebesar 15 persen, masih digerogoti tingginya impor minyak, di mana defisit neraca perdagangan minyak mencapai USD5,8 miliar. Hal ini juga yang memperlemah Rupiah.

“Kondisi berangsur menegangkan dengan arah radar pemerintah yang memberi sinyal jelas adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut (pengetatan likuiditas),” ucap David.

Rupiah diterpa dari segala sisi, neraca transaksi berjalan yang defisit, isu pengurangan stimulus moneter global dari AS serta siklus jatuh tempo utang luar negeri, repatriasi keuntungan perusahaan multinasional di Indonesia, ditambah hobi warga Indonesia mengamankan aset USD2,1 miliar di luar negeri.

Sementara, BI Rate terlihat menjauh dari tujuan utamanya sebagai instrumen peredam inflasi, melainkan saat ini sebagai alat moneter untuk meningkatkan pasokan dolar AS dan untuk neraca yang defisit. Koreksi pada pertumbuhan perekonomian nasional di bawah 6 persen tak dapat dihindari, di mana sejak 2007 naik dan bertahan di atas 6 persen, kecuali 2009, sebagai bagian dari proses menemukan keseimbangan ekonomi yang lebih selaras dengan fundamental dan keadaan global.

“Rupiah lunglai, IHSG limbung, ekonomi terombang-ambing, seantero dunia setali tiga uang mengharu-biru menunggu arahan bank sentral AS. Pemerintah dan Bank Indonesia banting tulang di sisi moneter dan jatuh bangun di sisi fiskal. Harus ada keselarasan dan koordinasi yang erat antara bauran kebijakan fiskal dan moneter, kalau tidak maka kebijakannya hanya akan retoris dan normatif,” ungkap David.

Memperlambat pertumbuhan ekonomi, otomatis berakibat turunnya valuasi saham di bursa. Secara umum bukan kebijakan yang tepat untuk menghadapi defisit transaksi berjalan. Momentum pertumbuhan ekonomi justru harus dijaga berkesinambungan agar peringkat investasi Indonesia naik, bukannya malah sengaja diperlambat.

“Hanya satu waktu laju roda ekonomi yang boleh diperlambat, yaitu ketika ekonomi kepanasan (terjadioverheating),” tutup dia.

Sumber: Okezone.com

If you feel interesting, Please share it

  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Google+

Permitaaan laporan untuk kita